Wednesday, September 2, 2009

Perca Sobekan Makna

(sebuah rekaman perjalanan)

Ini kelok kesembilan,
dan perhentian melambai
menggoda di ujung sana

Kelok terberat.
Yang lalu berlalu di belakang
       lewat mulus
       berlalu begitu saja

Entah beban tambah berat
atau aku hilang kesederhanaan
kelok ini sangat berat

1.
Dan aku mulai memaki batu
       kenapa kerikil begitu tajam dan kejam
       terompahku koyak dan tak lagi bersahabat

Aku hina jalan
yang memaksaku menunggu
mendaki dan berkelok

Kusumpahi debu dan angin
       yang membawanya mengotori
peluh yang kering
berkerak asin
menyayat lipatan ketiakku
perih dan lecet

Dan mulutku mulai meracau
matahari perlihatkan taring dan cakarnya
mencabik kepala dan melelehkan isinya
cair bersama liur
yang menetes di kerah yang mulai kusam
dan usang

Tubuhku mulai menggigil
       ngeri
       nyeri
       sesak
       penuh

Tak ada lagi yang indah
yang dapat menghibur
       tidak angin
       tidak dedaunan
       tidak matahari
       tidak juga perjalananku

2.
Aku mulai letih dan berhenti memaki
mulut kehilangan buihnya
karena liurnya kering
keringat tak jadi menetes
juga air mata yang menggelayut
tak sempat tumpah
kakiku lunglai kehilangan tungkai
telapaknya melepuh
       sejak awal kemarahan dan
       kuhempas terompah yang semula setia

amarah yang kini letih
bersama tubuh dan menodai jiwa
kepahitan yang bersorak
kubiarkan berjingkat-jingkat dan
kepedihan menari sendiri

Dan
jiwa yang lepas
doa tanpa kata
pasrah tanpa prasangka
ikhlas tanpa dusta
bangunkan damai yang ceria
Terbang berlahan
berdendang bersama kupu-kupu
Membasuh dan menyerang kepahitan
Membelai dan menitipkan keteduhan

…..…dan……….
Gelap yang tidak lagi menakutkan
Hening yang merdu terdengar
Dan mata yang terpejam berkisah dalam & panjang
cahaya yang menyatu

3.
Aku takluk dan kalah
Saat terlena pada diri yang kukenal dan kupuja
       pada jiwa-jiwa yang terlewati
       pada senyuman yang terabaikan
       pada tanda yang dibacakan
       pada keindahan bunga di pinggir perjalanan

Aku tertidur
lelap mendekap bumi
memeluk diri
telungkup rapat
sendiri bersama sempurna-Nya
dan hadiah terindah
yang mulai ku mengerti

kudekap sesobek perca langka
yang tercecer tanpa bentuk
yang kini mulai terajut
erat.

No comments: